BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Peradaban Islam adalah sesuatu yang wajib kita
ketahui sebagai umat Islam, karena dari Sejarah Peradaban Islam tersebut kita
dapat belajar banyak hal dan banyak nilai-nilai moral yang kita dapat seperti
mempelajari hasil kebudayaan pada suatu peradaban dan sistem pemerintahannya.
Dari sinilah kita akan memperoleh nilai-nilai sosial, moral, budaya, pendidikan
dan politik. Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam
klasik.. Banyak orang Eropa mendalami studi di Universitas-Universitas Islam
disana. Ketika itu bisa dikatakan, Islam telah menjadi guru bagi orang Eropa.
Selama delapan abad, Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan
membangun peradaban yang gemilang. Namun peradaban yang di bangun dengan susah
payah dan kerja keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu
saja karena kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri
dan karena keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan.
Kebangkitan yang meliputi hampir semua element peradaban, terutama di bidang
politik yakni dengan dikalahkannya kerjaan-kerajaan Islam dan bagian dunia
lainnya sampai kemajuan di bidang sains dan teknologi.Kesemuanya itu dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kita, maka hal inilah yang melatar belakangi
disusunnya makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimanakah proses awal Runtuhnya Bani Umayyah?
2. Proses berdirinya Dinasti Bani Abassiyah ?
3. Masa Kejayaan Bani Abassiyah?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui proses Runtuhnya bani Umayyah
2. Untuk mengetahui Dinasti Abassiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KERUNTUHAN DINASTI UMAYYAH
Dinasti Umayyah Berjaya kurang lebih 90 tahun
(661-750 M), namun akhirnya mengalami kemunduran, dengan melemahnya system
politik dan pemerintahan, dan munculnya berbagai tekanan dari luar berpa
pemberontakan.
Kekhalifahan bani Umayyah sangat lemah tertama
setelah pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik. Di kalangan keluarga khalifah
sering terjadi pertikaian.
Khalifah Hisyam diteruskan oleh al-Walid II, Yazid
III, Ibrahim, dan Marwan bin Muhammad, namun keempatnya hanya mampu memerintah
sekitar tujuh tahun, Al-Walid memerintah selama satu tahun 3 bulan, kemudian
digantikan oleh Yazid III yang hanya enam belas bulan. Selanjutnya Ibrahim
bin al-Walid bin Abdul Malik bertahta
tidak lebih dari tiga bulan dan digantikan oleh Marwan.
Beberapa
peristiwa yang mendorong kemunduran Bani Umayyah :
a. Figur pewaris kekhalifahan yang lemah
b. Tidak adanya ketentuan tata cara pengangkatan
khalifah
c. Pemidahan ibu kota dari madinah ke Damaskus
d. Para ulama merasa kecewa terhadap para penguasa.
e. Pertentangan yang sudah lama terjadi antara suku
Arab Utara (disebut Arab Quraisy dengan Arab Selatan Yamani)
f. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non-Arab, yakni
pendatang baru yang dikalahkan (disebut “Mawali)
g. Latar belakang terbentuknya Daulah Umayyah tidak
bisa dipisahkan dari konflik politik yang terjadi di masa Khulafaur Rasyidin
terakhir.
h. Penyebab langsung tergulingnya Daulah Umayyah adalah
munculnya kuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas bin Abdul Mutalib.
Keturunan
Dinasti Umayyah benar-benar terjadi pada tahun 748 M. Pasukan Abbas bin Abdul
Mutalib yang didukung oleh pasukan Abu Muslim al-Khurasani menang dalam
pertempuran Zab Hulu melawan pasukan Khalifah Marwan. Kekalahan ini menjadi awal
berdirinya Dinasti Abbasiyah mulai tahun 750 M hingga 1258 M.
B.
PROSES BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH
Khalifah pertamanya adalah Abdullah
As-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdulan bin Abbas bin Abdul Mutalib.
Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena pendirinya adalah keturunan Abbas ibn Abdul
Mutalib. Masa kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, yaitu tahun 132 H/750 M s/d 656 H/1258 M.
Dinasti Umayyah telah berhasil
membawa kejayaan dunia Islam mulai dari Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan,
Afrika Utara hingga ke Eropa . Sementara itu dunia Islam juga mengalami masa
kejayaan di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah di bidang peradaban dan
kebudayaan Islam.
C.
PROSES PEMBENTUKAN DINASTI ABBASIYAH
Terdapat tiga kota utama yang menjadi pusat kegiatan
untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul
Mutalib, yaitu kota al-Humaymah sebagai pusat perencanaan, kota Kufah sebagai
kota penghubung, dan kota Khurasan sebagai kota gerakan langsung.
Para keluarga Abbas melakukan berbagai strategi,
salah satunya dengan mempropaganda bahwa orang-orang Abbasiyah lebih berhak
dari pada Bani Umayyah atas kekhilafahan Islam. Mereka adalah keturunan Bani
Hasyim yang nasabnya lebih dekat dengan Nabi Saw. Pemimpin ini adalah Imam
Muhammad bin Ali, seorang keluarga Abbasiyah yang tinggal di Humaymah.
Strateginya berhasil menggabungkan berbagai
kekuatan, terutama antara pendukung fanatic Ali bin Abi Talib dengan kelompok
lain untuk melakukan berbagai propaganda, diangkatlah 12 propagandis yang
tersebar di berbagai wilayah, seperti di Khurasan, Kufah, Irak, dan Makkah.
Antara Propagandis yang terkenal adalah Abu Muslim Al-Khurasani, seorang tokoh
masyarakat di Khurasan yang merasa dirugikan selama masa Dinasti Umayyah. Para
perwakilan kelompok menyatakan kesetiaan kepada Abu Muslim al-Khurasani untuk
membela Bani Hasyim dan Bani Abbas. Gerakan dan propaganda yang dimotori oleh
Muhammad bin Ali mendapat sambutan yang luar biasa dan tanggapan positif dari
masyarakat golongan Mawali. Pada tahun 743 M Muhammad bin Ali meningeal
dilanjutkan oleh putranya bernama Ibrahim al-Imam. Ia menunjuk Abu Muslim
al-Khurasani sebagai panglima perang, dalam waktu satu hari, ia berhasil
mengumpulkan penduduk dari sekitar 60 desa di Merv.
Setelah Ibrahim al-Imam meninggal, gerakan
dilanjutkan oleh saudaranya bernama Abdullah bin Muhammad yang terkenal dengan
nama Abdul Abbas as-Saffah. Ia kemudian mengangkat Abu Muslim Al-Khurasani
sebagai panglima perang gabungan antara Abul Abbas as-Saffah dengan Abu Muslim
Al-Khurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat ditakuti Bani Umayyah.
Akhirnya, Dinasti Umayyah mengalami kekalahan total
dalam pertempuran. Khalifah Marwan II besama 120.000 tentaranya, yang berusaha
bertahan dengan menyebrangi sungai Tigris menuju Zab Hulu. Khalifah Marwan II
tewas dalam pertempuran di Busir tahun 132H/750M khalifah Marwan II menjadi
akhir dari runtuhnya Dinasti Umayyah, sekaligus menjadi awal berdirinya Dinasti
Abbasiyah Abdul Abbas as-Saffah merupakan Khalifah pertamanya, sedangkan pusat
kekuasaan awalnya ditempatkan di Kufah.
D.
SILSILAH KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH
Dari Bani Abbas :
- Abul Abbas as-Saffah (133-137 H/750-754 M)
- Abu Ja’far al-Mansur (137-159 H/754-775 M)
- Al-Mahdi (159-169 H/775-785 M)
- Musa al-Hadi (169-170 H/785-786 M)
- Harun ar-Rasyid (170-194 H/786-809 M)
- Al-Amin (194-198 H/809-813 M)
- Al-Makmun (198-318 H/813-933 M)
- Al-Mu’tasim (833-845 M)
- Al-Wasiq (223-228 H/842-847 M)
- Al-Mutawakkil (223-297 H/847-861 M)
- Al-Muntasir Billah (247-248 H/861-862 M)
- Al-Musta’in Billah (248-252 H/862-866 M)
- Al-Mu’taz Billah (252-256 H/866-869 M)
- Al-Muhtadi Billah (256-257 H/869-870 M)
- Al-Mu’tamad ‘Alallah (257-279 H/870-892 M)
- Al-Mu’tada Billah (279-290 H/892-902 M)
- Al-Muktafi Billah (290-296 H/902-908 M)
- Al-Muqtadir Billah (296-320 H/908-932 M)
Dari Bani Buwaihi :
- Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
- Al-Radi Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
- Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
- Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
- Al-Muti’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
- Al-Tai’I Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
- Al-Qadir Billah (381-423 H/991-1031 M)
- Al-Qa’im Biamrillah (423-468 H/1031-1075 M)
Dari Bani Saljuk
- Al-Mu’tadi Biamrillah (468-487 H/1075-1094 M)
- Al-Mustadir Billah (487-512 H/1094-1118 M)
- Al-Mustarsyid Billah (512-530 H/1118-1135 M)
- Al-Rasyid Billah (530-531 H/1135-1136 M)
- Al-Muqtafi Liamrillah (531-555 H/1136-1160 M)
- Al-Mustanjid Billah (555-566 H/1160-1170 M)
- Al-Musatadi’u Biamrillah (566-576 H/1170-1180 M)
- An Nasir Liddinillah (576-622 H/1180-1225 M)
- Az Zahir Biamrillah (622-640 H/1225-1226 M)
- Al Mustansir Billah (623-640 H/1226-1242 M)
- Al Mu’tasim Billah (640-656 H/1242-1258 M)
Menurut
para sejarawan, masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 4 periode
yaitu :
1. Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya Daulah
Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai wafatnya Khalifah Al-Wastiq 232 H/847 M.
periode ini sering disebut pengaruh Persia pertama.
2. Masa Abbasiyah II, yaitu mulai Khalifah
Al-Mutawakkil tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad
tahun 334 H/946 M, disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya Daulah
Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masukknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447
H/1055 M. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia Kedua.
4. Masa Abbasiyah IV, yaitu maksuknya orang-orang
Saljuk ke Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya kota Baghdad ke tangan
bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 656 H/1258 M. periode ini
disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
Serangan bansa Mongol yang dipimpin Hulagu terjadi
pada masa kepemimpinan Al-Mu’tasim Billah pada tahun 656 H. dalam perperangan
yang berlangsung selama 40 hari Khalifal Al-Mu’tasim terbunuh. Akibat serangan
ini, dunia Muslim tidak memiliki khalifah sekitar tiga setengah tahun hingga
didirikannya kekhilafahan di Mesir. Al-Muntasir adalah orang pertama yang
diangkat sebagai khalifah Bani Abbasiyah di Mesir. Dia merupakan keturunan Bani
Abbasiyah yang berhasil lolos dalam peperangan denganbangsa Mongol, dan
berhasil menyelamatkan diri ke Mesir. Sejak saat itu, pusat kekuasaan Islam
berpindah ke Kairo. Al-Muntasir dilantik sebagai khalifah tanggal 1 Rajab 659
H. berikut nama-nama khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Mesir :
- Al-Mustansir Billah II (660-661 H/1261-1262 M)
- Al-Hakim Biamrillah I (661-701 H/1262-1302 M)
- Al-Mustakfi Billah I (701-732 H/1302-1334 M)
- Al-Wasiq Billah I (732-742 H/1334-1354 M)
- Al-Hakim Biamrillah II (742-753 H/1343-1354 M)
- Al-Mu’tadid Billah I (753-763 H/1354-1364 M)
- Al-Mutawakkil ‘Alallah I (763-785 H/1363-1386 M)
- Al-Wasir Billah II (785-788 H/1386-1389 M)
- Al-Mu’tasim (788-791 H/1389-1392 M)
- Al-Mutawakkil A’lallah II (791-808 H/1392-14-9 M)
- Al-Musta’in Billah (808-815 H/1409-1426 M)
- Al-Mu’tadid Billah II (815-845 H/1416-1446 M)
- Al-Mustakfi Billah II (845-854 H/1446-1455 M)
- Al-Qa’im
Biamrillah (754-859 H/1455-1460 M)
- Al-Mustanjid Billah (859-884 H/1460-1485 M)
- Al-Mutawakkil ‘Alallah (884-893 H/1485-1494 M)
- Al-Mutamassik Billah (893-914 H/1494-1515 M)
- Al-Mutawakkil ‘Alallah (914-918 H/1515-1517 M)
Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah yang perpusat di
Mesir berakhir pada tahun 918 H. Khalifah Abbasiyah terakhir bernama
Al-Mutawakkil ‘Alallah (III). Ia turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada
Sultan Salim (kekhalifahan Usmani di Turki).
POHON SILSILAH KHALIFAH ABBASIYAH
E. KHALIFAH-KHALIFAH BESAR DINASTI ABBASIYAH
1. Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (136-158 H/754-775 M),
Pendiri Kota Baghdad
a.
Biografi Singkat
Abu Ja’far Abdullah bin
Muhammad Al-Mansur adalah khalifah kedua Bani Abbasiyah, putra dari Muhammad
bin Ali bin Abdullah ibn Abbas bin Abdul Muthalib, dilahirkan di Hamimah pada
tahun 101 H. ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, sorang wanita dari suku
Barbar. Al-Mansur merupakan saudara Ibrahim al-Imam dan Abdul Abbas as-Saffah.
Al-Mansur memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas, dan memiiki otak
yang cemerlang. Almansur dilantik menjadi khalifah saat usiannya 36 tahun.
Al-Mansur juga sangat
mencitai ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan menjadi pilar
bagi pengembangan peradaban Islam di masanya.
Setelah menjalankan
pemerintahan selama lebih dari 22 tahun, pada tanggal 7 Zulhijjah tahun 158
H/775M, al-Mansur wafat ketika perjalanan ke Makkahuntuk menunaikan ibadah haji
dalam usia 57 tahun, disuatu tempat bernama Bikru Ma’unah. Jenazahnya
dimakamkan di Makkah.
b.
Kebijakan dalam
pemerintahan
Setelah dilantik
menjadi khalifah tahun 136 H/754 M, Al-Mansur membenahi administrasi
pemerintahan dan kebijakan politik. Dia menjadikan wazir sebagai koordinator
kementrian. Wazir pertama yang diangkat bernama Khalid bin Barmak, berasal dari
Balk, Persia. Al-Mansur juga membentuk lembaga protokoler Negara, sekretaris
Negara, dan kepolisian Negara, di samping membenahi angkatan bersenjata . dia
menunjuk Muhammad bin Abd- al Rahmhan sebagai hakim pada lembaga kehakiman
Negara.
Untuk memperluas
jaringan politik, Al-Mansur menaklukkan kembali daerah-daerah yang melepaskan
diri, dan menertibkan keamanan di daerah perbatasan. Dia antara usaha tersebut
adalah merebut benteng-benteng di Asia, Kota Malatia, wilayah Cappadocia, dan
Cicilia pada tahun 756-758 M.
c.
Mendirikan Kota Baghdad
Pada masa awal
pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yakni di masa Abul Abbas As-Saffah, pusat
pemerintahannya berada di kota Anbar, sebuah kota kuno Persia di sebelah timur
sungai Eufrat. Istananya diberi nama Hasyimiyah, dinisbahkan kepada sang
kakeknya, Hasyim bin Abdi Hanaf.
Pada masa Al-Mansur,
pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Kufah. Ia mendirikan istana baru dengan
nama Hasyimiyah II. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas
politik, Al-Mansur mencari daerah strategis untuk dijadikan ibu kota
pilihannya. Sekarang dinamakan Baghdad, terletak di tepian sungai Tigris dan
Eufrat. Sejak zaman Persia Kuno, kota ini sudah menjadi pusat pedagangan yang
dikunjungi saudagar dari berbagai penjuru dunia, menurut cerita rakyat, daerah
ini sebelumnya adalah tempat peristirahatan Kisra Anusyirwan, Raja Persia yang
termashur. Baghdad berarti “tamam keadilan”.
Kota tersebut dibangun
khalifah dengan melibatkan para arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli
lukis, ahli pahat, dan lain-lain. Mereka didatangkan dari Syria, Mosul, Basrah,
dan Kufah yang berjumlah sekitar 100.000 orang.
Di sekelilingnya dibangun dinding yang besar dan tinggi sedangkan
dibagian luarnya digali parit besar yang berfungsi sebagai saluran air,
sekaligus benteng pertahanan.
Terdapat empat pintu
gerbang di seputar kota ini, keempat pintu gerbang itu adalah Bab al-Kuffah,
terletak di sebelah Barat Daya, Bab al-Syam, terletak di Barat Laut, Bab
al-Basrah, di tenggara, dan Bab al-Khurasan, di Timur Laut. Di antara
masing-masing pintu gerbang dibangun 28 menara, fungsinya sebagai tempat
pengawal Negara bertugas mengawasi keadaan di luar. Diatas pintu gerbang
dibangun tempat peristirahatan indah dan menyenangkan. Di tengah-tengah
terletak istana Khalifah dengan seni arsitektur Persia. Istana ini dikenal
dengan Al-Qasr al-Zahabi, berarti “istana emas”.
Di sekitar istana
dibangun pasar tempat perbelanjaan, termasuk jalan raya yang menghubungkan
keempat pintu gerbang. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah terjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan Islam. Itulah sbabnya, Philip K. Hitti.
d.
Pengetahuan Ilmu
Pengetahuan
Al-Mansur menunjukkan
minat dan perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.
Perguruan tinggi ketabiban di Jundisapur yang dibangun oleh Khosru Anusyirwan
(351-579 M, Kaisar Persia) dihidupkan kembali melalui tenaga pengajar dari
tabab-tabib asal Grik dan Roma, yang menjadi tawanan perang.
Al-Mansur juga
mendirikan sebuah perguruan tinggi yang diberi nama “Baitul Hikmah”. Ia
mengajak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk dating dan tinggal di
Baghdad. Dia mendorong pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid,
hadist, dan ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sastra. Pada masanya lahir juga
para pujangga, pengarang, dan penerjemah yang hebat, termasuk Ibnu Muqaffak
yang menerjemahkan buku Khalilah wa Dimnah dari Bahasa Persi.
2. Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809M),
Perempuan berpengaruh Masa Abasiyah Zubaidah binti
Ja’far. Zubaidah binti Ja’far adalah istri Khalifah Harun ar-Rasyid dan ibu
dari Khalifah Al-Amin. Dia merupakan symbol wanita yang penuh semangat dan
mampu memberikan contoh dan keteladanan. Nama aslinya Amatul Aziz binti Ja’far.
Wanita mulia ini selalu dimanjakan dengan curahan
kasih saying. Kakeknya Abu Ja’far Al-Mansur dan pamannya Al-Mahdi, juga
membesarkannya dengan penuh cinta. Kakeknya sangat mengagumi sang cucu sehingga
memanggilnya “Zubaidah”, yang berarti buih nan jernih.
Zubaidah adalah seorang wanita yang cerdas,
bijaksana, setia, dan penyayang. Pedapatnya selalu dihormati sehingga dijadikan
penasehat pribadi khalifah.
Dia juga wanita yang fasih dan banyak mengafal syair
dan gurindam. Ia bahkan pandai mengubah syair, dan senantiasa bersedia berdebat
dengan kaum lelaki dalam berbagai bidang ilmu dan seni. Di samping itu, dia
dikenal pula sebagai wanita yang berwajah cantik. Wajar jika ia sangat dikasihi
oleh Harun ar-Rasyid serta diletakkannya di tempat yang terhormat lagi mulia.
Khalifah Harun ar-Rasyid (145-193 H/763-809 M)
dilahirkan di Rayy pada bulan Februari 763 M/145 H. ayahnya bernama Al-Mahdi
dan ibunya bernama Khaizurran. Ia dibesarkan di lingkungan istana, mendapat
bimbingan ilmu-ilmu agama, dan ilmu pemerintahan di bawah bimbingan sorang guru
yang terkenal, yaitu Yahya bin Khalid Al-Barmaki, seorang ulama besar di
zamannya. Ketika Ar-Rasyid menjadi khalifah, Yahya menjadi perdana menterinya.
Harun ar-Rasyid telah menunjukkan kecakapannya dalam
memimpin. Atas dasar itu, Al-Mahdi melantiknya kembali menjadi gubernur untuk
kedua kalinya di Saifah pada tahun 165 H.
Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada
September 786 M. usianya sangat muda ketika itu, yakni 23 tahun Jabatan
khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa
al-Hadi wafat.
Kepribadiannya Harun ar-Rasyid sangat mulia, akhlak
mulianya dikemukakan oleh Abud ‘Atahiyah, seorang suka humor. Di masanya, tidak
seorang pun yang kelaparan teraniaya, tanpa diketahui oleh Harun ar-Rasyid.
Kota Baghdad menjadi mercusuar, kota impian 1.001
malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada Abad Pertengahan. Kekuatan
militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.
Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, hidup seorang
cerdik pandai yaitu Abu Nawas. Khalifah Harun ar-Rasyid meninggal dunia di
Khurasan pada tanggal 3 atau 4 Jumadissani 193 H/809 M, setelah menjadi
khalifah selama 23 tahun 6 bulan. Saat meninggal dunia, usiannya 45 tahun.
Shalat jenazah Khalifah Harun ar-Rasyid dipimpin oleh anaknya sendiri bernama
Salih.
3. Khalifah Abdullah al-Makmun 786-833 M Khalifah
Pembaharu Ilmu Pengetahuan.
Abdullah bin Harun ar-Rasyid lebih dikenal dengan
panggilan Al-Makmun. Ia dilahirkan pada tanggal 15 Rabiul Awal 170H/786 M,
bertepatan dengan hari wafat kakeknya (Musa al-Hadi) dan pengangkatan ayahnya,
Harun ar-Rasyid. Ibunya bernama Murajil, namun meninggal setelah melahirkannya.
Al-Makmun termasuk anak yang jenius. Sebelum usia 5 tahun ia mendapat
pendidikan agama dari dua orang ahli terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi.
Dalam waktu yang sangat singkat, Al-Makmun telah mengusai berbagai ilmu seperti
kesusatraan, tata Negara, hokum, hadis, filsafat, astronomi, dan berbagai ilmu
pengetahuan lainyya. Ia juga hafal Al-Qur’an dan ahli juga menafsirkannya.
Al-Makmun adalah khalifah Dinasti Abbasiyah yang
besar dan menonjol. Ia memiliki sifat-sifat yang agung, dinasti Abbasiyah
mengalami masa kegemilangan. Berikut beberapa pencapaian kejayaan dan
kegemilangan peradaban Islam.
a.
Bidang Pertanian
dan Perdagangan
b.
Bidang
Pendidikan
c.
Perluasan Daerah
Islam dan Penertiban Administrasi Negara
BAB II
PENUTUP
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
setiap kekuasaan mulai dari dinasti Muawiyah
dan Abbasiya itu terdapat
kemajuan dan kemunduran dalam berbagai bidang, mulai dari kemajuan di bidang
social, Kebudayaan yang telah melahirkan banyak ilmuwan terkenal, kemajuan
politik dan militer, kemajuan ilmu pengetahuan, mulai dari ilmu kedokteran umum
sampai pada ilmu kedokteran Islam, dan telah mengeluarkan banyak lulusan mahir
di bidangnya, serta juga terdapat kemajuan ilmu agam yang telah melahirkan banyak
ulama’-ulama’ terkenal yang telah hafal hadist, serta membukukannya, juga
terdapat ahli fuqoha yang madzhabnya sampai sekarang masih kita anut.tapi
disamping itu dinasti-dinasti diatas juga mengalami kemunduran, salah satu
penyebab kemunduran adalah karena peperangan dan perebutan kekuasaan.
Sekian ringkasan/Makalah ini saya buat,
mudah-mudahan bisa dimengerti dan jelas apabila ada kurang saya mohon maaf
karena Al insanu Makhalul Khata’
wannisyan (karena manusia itu tempat salah dan lupa).
Post a Comment
Post a Comment