A.
Pengertian
Qona’ah
Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut
istilah ialah sikap rela menerima dan
merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa
tidak puas dan perasaan kurang.
Rasulullah mengajarkan kita untuk ridha dengan apa yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT, baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan
harian. Qona’ah adalah gudang yang tidak akan habis. Sebab, Qona’ah adalah
kekayaan jiwa. Dan kekayaan jiwa lebih tinggi dan lebih mulia dari kekayaan
harta. Kekayaan jiwa melahirkan sikap menjaga kehormatan diri dan menjaga
kemuliaan diri, sedangkan kekayaan harta dan tamak pada harta melahirkan
kehinaan diri.
Di antara sebab yang membuat hidup tidak tentram adalah terperdayanya diri
oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang diperdaya harta akan
senantiasa merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya,dalam apa
yang dirinya lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa
syukur kepada Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki itu sendiri. Ia justru merasa
kenikmatan yang dia peroleh adalah murni semata hasil keringatnya, tak ada
kesertaan Allah. Orang-orang yang terlalu mencintai kenikmatan dunia akan
selalu terdorong untuk memburu segala keinginannya meski harus menggunakan
segala cara seperti kelicikan,
bohong, mengurangi timbangan dan sebaginya. Ia juga tidak pernah menyadari,
sesungguhnya harta hanyalah ujian sebagaimana firman Allah ;
Artinya ;"Maka apabila manusia
ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni'mat
dari Kami ia berkata:"Sesungguhnya aku diberi ni'mat itu hanyalah karena
kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu
tidak mengetahui" (Q.S Azumar; 49)
B.
Dasar Hukum
Qona’ah
Ø Al Qur’an
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al Baqarah :
155 )
Ø Hadits
عن ابى هرىرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ليس
الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس.(متفق
عليه)
Dari Abu Hurairah R.A berkata, Nabi SAW
bersabda: bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi
kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan hati. (Muttafaqun Alaih)
عن عبد الله ابن عمرو
رضى الله عنهما : ان رسول الله صلى الله عليه و سلم. قال: قد افلح من اسلم ورزق
كفافا وقنعه الله
بما اتاه. (رواه مسلم)
Dari Abdillah bin Amr sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda; sungguh beruntung orang yang masuk islam dan rizkinya
cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang pemberian Allah. (HR Muslim)
C.
Sikap Qona’ah
Sudah dijelaskan bahwa qona’ah merupakan sikap rela menerima dan merasa
cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak
puas dan perasaan kurang. Meski demikian, orang-orang yang memiliki sikap
Qana'ah tidak berarti fatalis dan menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar.
Orang-orang hidup Qana'ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun
bukan untuk menumpuk kekayaan. Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi
dengan rambu-rambu Allah SWT. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak
pernah melalaikannya dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya,
kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap qana'ahnya dan mempertebal
rasa syukurnya.
Adapun contoh bersikap qana’ah dalam kehidupan, diantaranya :
o Giat bekerja
dan berusaha untuk mencapai hasil terbaik.
o Jika hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak mudah kecewa dan berputus
asa.
o Selalu
bersyukur atas apa yang menjadi hasil usahanya, dan tidak pernah merasa iri
atas keberhasilan yang diperoleh orang lain.
o Hidupnya
sederhana dan menyesuaikan diri dengan keadaan, tidak rakus dan tidak tamak.
o Selalu yakin
bahwa apa yang didapatnya dan yang ada pada dirinya merupakan anugerah dari
Allah SWT.
Perbuatan
Qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap apa yang kita miliki
saat ini, Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah
kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita.
Hal ini sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam sebuah hadis:
عن ابى هريرة رضى الله عنه : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم. انظروا الى من اسفل منكم, ولا تنظروا الى من
هو فوقكم فهو اجدر ان لا تزدروا نعمة الله عليكم. (متفق عليه)
Artinya; “Lihatlah orang yang di bawah
kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian itu
lebih layak bagi kalian agar kalian tidak memandang hina nikmat Allah yang
dilimpahkan kepada kalian.” (Muttafaqun Alaih)
Ketika berusaha
mencari dunia, orang-orang Qana'ah menyikapinya sebagai ibadah yang mulia di
hadapan Allah yang Maha kuasa, sehingga ia tidak berani berbuat licik,
berbohong dan mengurangi timbangan. Ia yakin tanpa menghalalkan segala cara
apapun, ia tetap mendapatkan rizki yang dijanjikan Allah. Ia menyadari akhir
rizki yang dicarinya tidak akan melebihi tiga hal; menjadi kotoran, barang
usang atau bernilai pahala di hadapan Allah.
Bila kita mampu
merenungi dan mengamalkan makna dan pentingnya qona’ah maka kita akan
memperoleh ketenangan dan ketenteraman hidup. Dan hendaknya diketahui bahwa
harta itu akan ditinggalkan untuk ahli waris.
D.
Hikmah Qona’ah
Tidak diragukan lagi bahwa qona’ah
dapat menenteramkan jiwa manusia dan merupakan faktor kebahagiaan dalam
kehidupan karena seorang hamba yang qona’ah dan menerima apa yang dipilihkan
Alah untuknya, dia tahu bahwa apa yang dipilihkan Allah untuknya adalah yang
terbaik baginya di segala macam keadaan.
Sikap qona’ah membebaskan pelakunya dari kecemasan dan memberinya
kenyamanan psikologis ketika bergaul dengan manusia. Dzunnun al-Mashri
mengatakan: “Barangsiapa bersikap qona’ah
maka ia bisa merasa nyaman di tengah manusia-manusia sesamanya.”
Sebaliknya, ketiadaan qona’ah dalam hidup akan menyeret pelakunya pada
penuhanan materi sehingga kebebasannya terampas karena kerakusan dalam mencari
harta duniawi yang memaksanya berbuat apapun untuk mendapatkan harta.
E.
Kiat-kiat menuju sikap Qona’ah
Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu
wata’ala apa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan,
kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah
dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan
dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.
Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya
bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah.
Berikut ini beberapa kiat menuju qana’ah yang jika kita laksanakan maka dengan
izin Allah seseorang akan dapat merealisasikan nya. Di antaranya yaitu:
1.
Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap
pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di
dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan
dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.
Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia
seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya
masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan
dirham itu.
2.
Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis.
Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada
di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat
lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya,
ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan
Ahmad)
Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan
keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan
bahwa rizkinya telah tertulis.
3.
Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung.
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja
(usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah
apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi
padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak
peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka
tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh
Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.
Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)
“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang
dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” (QS. Huud:6)
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS.
ath-Thalaq:7)
4.
Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Di antara hikmah Allah subhanahu wata’ala menentu kan perbedaan
rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi
dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas
perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan
pelayanan dan jasa.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu
kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al an’am 165)
5.
Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang
paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau
juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau
masih meminta kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberikan qana’ah,
beliau bedoa,
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu
wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta
disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah
jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR.
Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi).
6.
Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada
kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun
dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
7.
Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia
Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah,
jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam : “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu
dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian
lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim).
Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada
lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada
orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang
lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak
lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak
ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?
8.
Membaca Kehidupan Salaf
Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana
kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya
sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka
justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta
Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya
jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya
dalam hal yang baik pula.
Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya
ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia
dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal
ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak
sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit
hartanya.
10.
Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya
dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia
ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin
lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring
sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia
memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan
yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka
itu relatif (nisbi).
Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu,
“Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga
minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami
pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan
dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu
sedang kita terbebas darinya.”
Buka juga Makalah tentang Tamak/Rakus disini
Buka juga Makalah tentang Tamak/Rakus disini
masya Allah....
ReplyDeleteAss ww, artikel Qonaah, sangat bagus, mohon ijin saya copy paste utk materi kajian islam (liqo'. Sedangkan comment yang masuk di bawahnya, kok masalah togel. Klo yang di atas amar ma'ruf nahi mungkar, tapi komen2nya amar munkar nahi ma'ruf. bertobatlah sebelum mati. karena jika tidak segera tobat semakin berat pertanggungjawabanmu di hari qiyamat.
ReplyDeleteterima kasih sharenya..
ReplyDeleteterima kasih, sebagai pengingat.
ReplyDelete